Sabtu, 20 Februari 2010

Rantang.com Radio Australia


Melihat sebuah rantang di depan pintu, kemudian membawanya ke meja makan dan membuka satu persatu tabung rantang yang bertingkat-tingkat adalah sebuah ritual sehari-hari yang dipenuhi berbagai harapan, kejutan, dan (semoga) berakhir dengan kepuasan.
Inilah yang ingin kami lakukan dalam situs Rantang. Di sini, orang Indonesia dan Australia bisa duduk bersama dan saling berbagi cerita dan menjelajahi komunitas masing-masing, yang, seperti sebuah rantang, selalu berlapis-lapis dan bertingkat-tingkat.
Siapa pun bisa ikut bergabung dengan Rantang.com.au untuk berbagi cerita. Cerita pribadi, cerita komunitas, maupun ide-ide mengenai sejarah, filsafat, atau satu hal yang orang Australia dan Indonesia sama-sama sukai: cerita tentang makanan dan minuman.
Dimulai dari Melbourne, kita akan mulai mengajak orang-orang dari berbagai kota di Australia dan Indonesia untuk bergabung bersama kami dan berbagi cerita.

Your hosts:
Well, you don’t have to be crazy to be an anthropologist, but I guess it helps.
— Clyde Kluckhohn
Memilih untuk mendalami ilmu antropologi dibutuhkan seseorang yang memiliki pikiran yang terbuka, yang bisa melihat dan mendengar dengan seksama, dan yang bisa merekam dan menyatukan saat-saat kemanusiaan layaknya bagian-bagian dari sebuah teka teki besar kehidupan. Itulah Tito. Bapak yang satu ini adalah pemerhati bahasa dan budaya. Percakapan dengan Tito selalu diwarnai dengan observasi tentang hidup dan manusia, dengan kalimat-kalimat yang dipilih dengan hati-hati untuk mencerminkan pemikirannya tanpa terlihat memihak satu sisi. Sebuah talenta yang ketika diaplikasikan ke kehidupan sehari-hari bisa menjadi sedikit menyebalkan rumit.
Bagi seorang manusia biasa, ketika lapar dan ingin mengajak makan, kalimat yang diucapkan biasanya, “Makan yuk, lapar nih.” Tetapi bagi seorang Tito, ajakan makan terdengar seperti ini, ‘Anda ingin makan? Saya sebenarnya belum makan siang dan saya ingin makan. Jadi jika anda sudah makan, saya mungkin tidak akan makan dan ditunda nanti saja. Seperti kata pepatah, manusia hendaklah jangan diatur oleh perutnya. Tapi sepertinya makan bakso sangat nikmat dengan udara Melbourne yang dingin ini… *Masukkan pepatah yang berhubungan dengan bakso.’
Ya, berteman dengan seorang Tito memang sangat butuh banyak kesabaran unik.
Profil ini ditulis oleh Sabrina yang sedang bosan menunggu Tito menyelesaikan thesisnya mengenai menu hari ini. 

Media dan hukum –dua dunia yang dipenuhi tokoh-tokoh ulet, cerdas, dan keras: kantor berita dengan editor yang setiap beberapa menit melempar reporter ke luar jendela dari tingkat lima, diikuti puntung cerutu dan surat pemecatan.  Dan ruang pengadilan yang dipenuhi orang-orang yang dengan kagum melihat sang pengacara yang berambut klimis dan berjas mahal menunjukkan kesalahan logika di dalam argumen sang jaksa penuntut yang hanya bisa melongo menatap harga dirinya pelan pelan tenggelam seperti menara Pisa.
Dua stereotipe terhormat itu hancur di tangan Sabrina sang lulusan media dan hukum. Memang Sabrina adalah orang yang ulet, cerdas, dan keras, tapi begini:
Sabrina akan membolak-balik takdir stereotip dan menjadi seorang pengacara yang memilih untuk melempar hakim, jaksa, terdakwa, dan mungkin kliennya sendiri keluar jendela ruang pengadilan. Terutama kalau jam makan siangnya terganggu. Atau, jadi editor yang  menunjukkan semua kesalahan logika dan kekurangan fakta di dalam tulisan sang reporter yang hanya bisa melongo menatap harga dirinya menghilang seperti kepala Buddha di Borobudur. Terutama kalau jam makan siangnya terganggu.
Dan, ketika si reporter menuntut Sabrina ke pengadilan karena menghilangkan harga dirinya, Sabrina akan ke pengadilan dan kemudian melempar hakim, jaksa, dan pengacara si reporter ke luar jendela.
Tiada tedeng aling-aling, tiada kemunafikan, semua jejak kebohongan dan omongan buang waktu dia sentil jauh-jauh. Dialah Sabrina. Jeng jeng terejeng jeng.
Profil ini ditulis oleh Tito yang terakhir kali terlihat duduk di dekat jendela terbuka di tingkat lima pada waktu jam makan siang. 

Your cooks:
Annur
Sudah berumur dua puluh dua tahun tetapi saya masih mengalami ‘krisis identitas’. Perilaku saya lebih aneh apalagi kalau berada dalam situasi yang melibatkan banyak orang dan terpaksa bersosialisasi (Andie Walsh dalam Pretty In Pink tetapi tanpa gaya rambut yang new wave circa1980). Saya memang orang yang gampang gugup dan nervous.
Kita semua pernah mengalami situasi seperti begini dalam kehidupan kita, tetapi saya masih dalam tahap awkward ini. Mungkin ini terjadi karena sering pindah kota sejak kecil. Keseringan pindah merupakan sesuatu yang menarik sekaligus menakutkan – mengenali orang-orang dari negara yang asing memang pengalaman yang sangat aku hargai, tetapi biasanya persahabatan tidak bertahan lama sebab harus pindah lagi. Saya jarang merasa tenang di negara asing, tapi sejak pindah ke Melbourne saya akhirnya merasa mempunyai keinginan untuk menetap.
Sudah hampir lima tahun di Melbourne, dan saya sekarang sedang mengambil kuliah S2 bidang Penerbitan karena terobsesi dengan aesthetics(fokusku adalah layout buku dan komposisi majalah – saya senang benda-benda yang mempunyai design menarik). Selain itu saya tertarik dengan protagonis perempuan dalam film-film Perancis, favoritku adalah Odile dalam Bande à part, dan suatu hari saya akan memulai lagi sebuah band dengan lirik lagu yang tidak hanya terdiri dari ‘ooh’ dan ‘aaah’.

Faz
Faz Fakhiyardi, sebuah nama unik tapi bikin mata mendelik. Itulah gw, pemuda tanggung berusia 21 tahun yang sedang mencari jati diri di kota Melbourne, a city with everything and nothing.
Kalau dilihat sekilas, kehidupan gw mungkin terkesan datar dan membosankan. Gimana engga, gw melakoni 2 kerjaan sekaligus yang notabene mengkonsumsi banyak dari waktu gw. Tapi entah kenapa banyak kejadian – kejadian bodoh gw perbuat yang mewarnai hidup datar gw. Mulai dari handphone kecebur jamban, mobil nabrak pohon, sampe salah buka mobil hanyalah sebagian kecil dari keajaiban hidup gw.
Delivery Newspaper dan Video Editor. Itulah dua kerjaan yang gw jalanin sekarang. Karena gw emang belajar bidang tersebut. Tapi Delivery Newspaper? Well, ini satu – satunya kerjaan part-time yang gw sukses ga dipecat. Soalnya gw pernah nyoba jadi waitress dan sandwich hand yang dua – duanya berujung dengan pengusiran (mending deh kalo cuma pemecatan).

Karina
Seorang mahasiswi fakultas disain, punya cita-cita yang sederhana keliatannya tapi rumit prosesnya.. pengen jadi kurator atau sejenisnya. Pendengar setia Pink Floyd, Arctic Monkeys, The Yeah Yeah Yeahs, Royksöpp, Sigur Ros, Kaiser Chiefs, The Cure, Bon Iver, The Arcade Fire dan Bob Dylan. Fans fanatik Mark Haddon, Sapardi Djoko Damono, C.S Lewis, Egon Schiele, Henri de Toulouse Lautrec, Saul Bass, Wassily Kandinsky, Stefan Segmeister, dan Zara Hadid. Selebihnya.. maniak tiramisu, vintage photography (lomography), dan paling anti sama bau minyak kayu putih.

Melita
Datang ke Melbourne di bulan Juli tahun 2004, lulus dengan gelar sarjana Media and Communication di akhir tahun 2007. Sempat bekerja untuk majalah komunitas Indonesia di Melbourne, dan sekarang sedang mengambil program Master untuk Manajemen Bisnis di Melbourne University.
Hobi terbesar adalah menikmati makanan dan membaca. Dengan “hobi terbesar”, maksudnya adalah hal-hal yang selalu mendapat porsi di dalam daftar setiap hari dilakukan secara senang hati. Masakan Indonesia, Jepang, Italia, Thai, Vietnamese, India, Chinese, pedas, asin, manis, ataupun makanan rumah ala bumbu instant buatan teman. Membaca buku, majalah, koran, suplemen di koran akhir pekan, websites, blogs.
Hobi lainnya, yang senang dilakukan tapi tidak dapat dilakukan setiap hari: melakukan marathon. Bukan di jalan, tapi ‘movie marathon’ di rumah. Belakangan ini mempunyai hobi baru: mengikuti kuis-kuis di Facebook.
 sumber : radio australia

Tidak ada komentar: