Senin, 13 Januari 2014

Surat dari Jepang

Dear NHK WORLD RADIO JAPAN Program Monitors,

Thank you very much for your continuous support to NHK WORLD RADIO JAPAN.

We would like to inform you that our office will be closed for Year-End and
New Year holidays:

from Saturday, December 28, 2013
to Sunday, January 5, 2014.

You may submit your monitoring report(s) during this period, however,
please allow us an extra time to send you a report acceptance
as we will proceed them from January 6, 2014.

Thank you very much for your monitoring activities for 2013,
and we wish you a happy new year.


Best regards,


Monitoring Section
NHK WORLD RADIO JAPAN

Surat dari Jerman

Sahabat DW, Kami mengucapkan terima kasih atas partisipasi Anda menjadikan tahun 2013 sebagai tahun yang sukses bagi DW. Anda turut merayakan dua pesta besar bersama DW tahun ini: 60 tahun Deutsche Welle dan 50 tahun Redaksi Indonesia Deutsche Welle. Sejak awal, Anda telah menjadi pendengar, pembaca dan penonton setia yang memungkinkan keberhasilan program DW Indonesia. http://nl.dw.de

Inovator Produksi program TV kami "Inovator" yang mengusung tema sains, teknologi, lingkungan dan gaya hidup telah mencapai lebih dari 90 episode dan kini bisa Anda saksikan di sembilan stasiun televisi mitra di seluruh Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih atas sambutan hangat yang kami terima dari Anda. http://nl.dw.de/

 Facebook dan Twitter 5 November 2013 juga menjadi tanggal penting bagi kami, karena hari itu berkat dukungan Anda kami berhasil menembus 100.000 likes di halaman Facebook DW Indonesia. Komentar dan masukan Anda, baik melalui Facebook, Twitter, maupun Email, turut memotivasi kami untuk menyajikan informasi yang terbaik. http://nl.dw.de

Kami mengajak Anda untuk terus mengikuti perkembangan DW Indonesia di tahun 2014. Kami mengucapkan : "Selamat Tahun Baru 2014"

 Tim Redaksi DW Indonesia indones@dw.dewww.dw.de/indonesia http://nl.dw.de

Monitor Resmi KBS World Radio 2014

Daftar nama MOnitor Resmi KBS World Radio 2014 adalah 1. Madiono 2. Fachri 3. Arsan H 4. Eddy Setiawan 5. Hindun 6. Rudi Hartono 7. Riski 8. Mariadi Purnomo 9. Rizky Akbariyah 10. Tjang Pak Ning 11. Balqis 12. Min Lin 13. Soebianto W 14. Yuliana 15. M Sumantri 16. M Zainal 17. Aries Tiyanto 18. Theresia 19. Mufitah 20. Widiasari Selamat kami ucapkan kepada monitor resmi KBS smoga smakin rajin memantau siaran radio luar negeri. Salam DX

Nostalgia Klub Pendengar Siaran Radio Internasional Oleh Iffah Nur Arifah ( Jurnalis Radio Australia )

Meski sudah tersedia alat komunikasi canggih serta beragam media yang menyajikan informasi secara cepat, ternyata masih ada sebagian orang yang tetap setia mendengarkan media berteknologi jadul, yakni radio siaran internasional di gelombang pendek (short wave, SW). Eddy Setiawan semangat bercerita mengenai segala hal terkait siaran radio internasional di gelombang pendek mulai dari perkembangan siaran stasiun radio mancanegara dari tahun ke tahun hingga teknologi radio gelombang pendek. Maklum saja, laki-laki berusia 64 tahun yang bermukim di Cakung, Jakarta Timur, itu merupakan pendengar fanatik siaran stasiun radio internasional di SW selama 5 dekade terakhir. Eddy mengaku sejak tahun 1965 hingga kini ia terbiasa mendengarkan siaran radio internasional di gelombang pendek sejak pukul 04.00 WIB pagi dini hari sampai pukul 22.00 WIB malam. “Awalnya saya suka mendengarkan radio, pada waktu mencari siaran RRI dari luar kota di gelombang yg lebih pendek saya menemukan siaran dari luar negeri. Sejak saat itu saya suka mendengarkan siaran SW. Anda mungkin gakpercaya kalo saya membawa radio ke tempat tidur. Agar bisa mendengar siaran jam 4 atau jam 5 pagi atau siaran jam 10 malam,” tuturnya kepada Jurnalis Radio Australia, Iffah Nur Arifah. Eddy Setiawan mengaku dimasa kejayaan siaran SW ia mendengarkan siaran dari puluhan stasiun radio internasional dari berbagai negara khususnya yang menyediakan siaran dalam bahasa Indonesia. Mulai dari Radio Australia, BBC, VOA, Radio Netherland, NHK Jepang, Deutsche Welle (Jerman) dan lain-lain. Eddy mengaku gandrung dengan siaran internasional di SW karena informasi yang lengkap dan lebih terbuka. Terutama di era sebelum reformasi dan keterbukaan informasi seperti sekarang. “Waktu itu banyak orang mencari siaran dari luar negeri karena berita-beritanya lebih lengkap daripada berita dari dalam negeri, karena RRI terbatas. Bahkan pemerintah waktu itu ada himbauan untuk melarang dan disebutnya siaran asing,” katanya. Eddy mencontohkan bagaimana ia menjadikan berita luar negeri sebagai patokan mengenai isu wafatnya Presiden pertama RI, Soekarno. “Setelah Presiden Soekarno turun dari kekuasaan, Ia kan sakit. Lalu ada kabar Soekarno wafat. Saya menunggu siaran dari Radio Australia pukul 02.00 pagi, begitu tidak ada berita itu saya baru yakin kalau isu itu bohong. Lalu saya pastikan lagi berita itu dengan mendengarkan BBC dan VOA. Jadi patokan saya berita luar negeri ,” kenang Eddy Setiawan. Pendapat serupa juga diungkapkan Rudy Hartono dari Kalimantan Barat. Pria berusia 42 tahun ini juga mengaku masih rutin mendengarkan radio siaran internasional di gelombang pendek sejak 1988 hingga sekarang. Selain mencari informasi yang lebih beragam dan lengkap, Rudy Hartono mengaku korespondensi dengan stasiun radio, para penyiar dan sesama pendengar siaran radio internasional yang membuat acara mendengarkan gelombang pendek semakin seru. Selain juga berburu souvenir dari stasiun radio mancanegara. “Radio luar negeri itu kan memberikan souvenir, dan itu gak ada jual di pasaran jadi kita kita seneng, Saya punya satu lemari khusus yang menyimpan souvenir dari berbagai negara..termasuk kartu verifikasi, sertifikat sebagai pendengar. Itu semua masih saya simpan.” Klub pendengar radio Kecintaan kepada siaran radio internasional di gelombang pendek ini mendorong keduanya, baik Eddy Setiawan dan Rudy Hartono mendirikan klub pendengar radio. Eddy bersama sejumlah pendengar lain mendirikan klub dengan nama Radio Listeners Club (RLC) pada tahun 1972. RLC sendiri tercatat sebagai komunitas pendengar SW yang cukup besar. Terakhir tercatat anggotanya mencapai 200 orang. Pada 1 Januari 2014 lalu, RLC berulang tahun yang ke-42. “Kegiatan utamanya menerbitkan bulletin mengenai informasi dan acara-acara yang disiarkan di stasiun radio internasional siaran Bahasa Indonesia di gelombang pendek. Kami juga menggelar acara kumpul-kumpul antara sesama pendengar sampai mempertemukan anggota dengan penyiar dari stasiun radio mancanegara,” tambah Eddy. Silaturahmi pendengar Borneo Listeners Club Minggu, 3 November 2013 dimana souvenir dari Radio Australia dibagikan di acara ini. Pendengar Radio Australia berfoto bersama Oska Setyana (kemeja biru di depan) di tahun 1994 di Jakarta Ada banyak komunitas pendengar radio gelombang pendek di Indonesia selain RLC, seperti Media Monitoring Club, Kelompok Pencinta Radio Gelombang Pendek, DX-Indonesia Radio Club, dan lai n-lain. Tapi seiring perkembangan zaman, jumlah pendengar gelombang pendek juga semakin berkurang. Kehadiran teknologi informasi dan media baru yang lebih modern dan canggih, membuat lambat laun SW ditinggalkan khalayak. karena dianggap tidak efektif akhirnya banyak stasiun radio internasional yang menghentikan siarannya di gelombang pendek. Dari puluhan jumlahnya pada 70-80an, saat ini tercatat hanya tinggal 9 stasiun radio internasional saja yang siarannya masih bisa didengarkan di gelombang pendek. Hal ini ikut berdampak pada komunitas pendengar radio yang lama kelamaan makin ditinggalkan anggotanya. Radio Listeners Club yang dikelola Eddy Setiawan bahkan sempat vakum pada 1996 lalu dan hanya tersisa sedikit saja dari anggotanya yang masih aktif hingga kini. Kehadiran media sosial kembali mempertemukan banyak mantan pendengar radio internasional. Dan untuk mengobati kerinduan mereka terhadap keakraban diantara sesama pendengar radio gelombang pendek, sejumlah pendengar fanatic terdorong untuk menghidupkan kembali klub pendengar radio SW dengan kembali menggelar pertemuan. Rudy Hartono misalnya pada tahun 2010 mendirikan Borneo Listeners Club yang menjadi wadah perkumpulan pendengar SW dari berbagai daerah di Kalimantan. Rudy mengaku jumlah anggotanya terus bertambah dari hanya 35 orang ketika didirikan, kini sudah meningkat dua kali lipat menjadi sekitar 70 orang. Meski demikian rata-rata yang bergabung adalah mantan pendengar fanatic SW yang lama, bukan dari kalangan generasi muda. “Memang ketika ketemu belum lama ini yang datang anggota yang tua-tua, kalo anak muda sekarang malah bingung SW itu apa? Mereka tidak kenal SW? Mereka lebih senang Facebook dan radio lokal untuk hiburan,” ungkapnya.

RRI Kembali Raih Penghargaan Adam Malik Award 2014




KBRN, Jakarta : Radio Republik Indonesia kembali meraih penghargaan jurnalistik Adam Malik Award untuk kategori media radio terbaik dari Kementerian Luar Negeri, Selasa (7/1/2014). Capaian ini merupakan yang ketiga kalinya. Sebelumnya pada 2009 dan 2013, RRI menerima penghargaan serupa. Penghargaan Adam Malik merupakan apresiasi dari Kementerian Luar Negeri terhadap media yang dinilai ikut berpartisipasi aktif dalam pemberitaan politik luar negeri Indonesia. Penerima penghargaan disampaikan langsung oleh Direktur Informasi dan Media Kemenlu, Siti Sofia Sudarma. “Ini merupakan suatu kebanggan kami untuk menyampaikan penghargaan Adam Malik 2014. Penghargaan ini sebagai ungkapan dan apresiasi atas kemitraan dengan Kementerian Luar Negeri RI. Untuk penghargaan kategori media radio terbaik adalah RRI,” kata Siti Sofia Sudarma di Gedung Kemenlu Jakarta, Selasa (7/1/2014).
Terdapat lima kategori penghargaan Adam Malik yakni media online terbaik yang dimenangkan oleh Kantor Berita Antara, media cetak terbaik dimenangkan oleh harian Kompas, media radio terbaik dimenangkan oleh Radio Republik Indonesia (RRI), media televisi dimenangkan oleh SCTV, dan pewarta terbaik dimenangkan oleh Natalia Santi dari Koran Tempo.
Untuk RRI, penghargaan diterima langsung oleh Direktur Utama LPP RRI Rosarita Niken Widiastuti. (Sgd//Dian/HF)

Menjadi Orang Biasa yang Tidak Biasa: Kenangan Seorang Guru Radio




 “Mau jadi penyiar yang bener, Ngger?” tanyanya.
Di luar matahari mulai tinggi. Saya baru saja menutup siaran pagi itu dan langsung dipanggil ke ruangannya seperti biasa untuk ngobrol sambil menghabiskan sarapan bubur langganan yang selalu lewat di depan stasiun radio kami yang terletak di sebuah rumah di tengah-tengah kawasan pemukiman di Jakarta. Saya mengangguk.
“Nah, buang dulu ijazah UI-mu!” kata-kata itu keluar dari mulutnya berbarengan dengan kepulan asap rokok kretek, entah yang keberapa batang. Kombinasi kata-kata dan asap yang membuat saya tersedak bubur.~~~
Kami memanggilnya Om Jack, nama udaranya sejak dia siaran dulu tahun 80-an di sebuah radio di Jakarta. Menjelang pertengahan tahun 90-an ketika radio tempat saya kerja menjalani perombakan manajemen, dia dipercaya menjadi manager. Saya masih ingat betapa kagetnya kami para penyiar dengan gaya kepemimpinannya yang informal, dan pemikirannya tentang radio yang jujur saja ketika itu saya anggap kampungan. Kampungan sekali, tepatnya.
Masih segar dalam ingatan ketika dia mengawali rapat perubahan program dengan sebuah bagan yang ditempelnya di papan ruang rapat. Bagan itu menunjukkan siklus hari dari pagi, siang, sore sampai malam. Diapun mengajak kami membayangkan apa yang dilakukan orang pada setiap paruh hari itu, dengan sangat rinci. Anak-anak sedang apa, para orang tua sedang apa, seperti apa suasananya, sampai ke suara-suara apa saja yang terdengar ketika itu. Itu teori dasar radio, katanya.
Bayangkan, dari bagan “kampungan” itu dia merombak siaran harian radio kami dan terbukti berhasil. Kalau indikator keberhasilan itu adalah hasil survey, maka tidak sampai dua tahun radio kami sudah naik dari peringkat dua digit ke peringkat satu digit. Siaran pagi yang saya gawangi bersama seorang teman bahkan sempat masuk ke 5 besar.
Nah bagaimana memindahkan konsepnya itu ke udara? Sebelumnya saya ceritakan dulu segmen radio kami ketika itu lalu saya contohkan bagaimana memindahkannya ke siaran pagi yang saya gawangi bersama beberapa teman baik.
Segmen radio kami ketika itu adalah keluarga, menengah ke bawah. Mereka adalah orang-orang biasa yang kita temui sehari-hari. Tidak kaya, tapi tidak juga miskin-miskin amat. Masih punya motor, atau mobil kantor, tapi kebanyakan naik angkutan umum. Tinggal di rumah sederhana, mungkin di gang-gang yang riuh. Usia rata-rata masih muda, punya anak masih kecil. Di pagi hari semua sibuk bersiap-siap ke kantor atau sekolah, sarapan ala kadarnya, mungkin nasi uduk atau bubur ayam dan tidak sempat baca koran pagi. Harus buru-buru berangkat supaya dapat tempat di angkutan umum. Kadang mereka tiba di tempat kerja pagi-pagi sekali supaya tidak kena macet Jakarta yang saat itu saja sudah gila. Nah, silahkan pikirkan seperti apa acara untuk mereka.
Nah apa rahasianya memindahkan semua itu ke udara? Jawabnya: Biasa saja lah! Ya, biasa saja.
1. TEMAN BIASA
Pendengar itu teman. Kita harus paham mereka, kita harus jadi bagian dari mereka. Dengan menjadi mereka, kita bisa tahu apa yang mereka lakukan dari waktu ke waktu, dan tahu seperti apa suasana di sekitar mereka, kita jadi tahu apa yang mereka butuhkan. Kita menjadi teman bagi mereka.
Apa sih yang dibicarakan di udara? Jawabnya adalah, apa sih yang kira-kira dibicarakan sehari-hari oleh para pendengar dari segmen itu? Bisa jadi tentang kehidupan mereka, tentang kelucuan anak mereka yang beranjak besar, tentang keluh kesah para ibu dengan harga-harga terus naik, tentang kemacetan dan suasana di jalan dan masih banyak lagi.
Berita pagi itu tentu juga penting. Tapi alih-alih membacakan dengan gaya berita, kami jadikan bahan ngobrol dan kira-kira komentar apa yang akan keluar dari pendengar segmen kita. Baca berita politik bisa jadi diseling dengan sentilan atau sindiran, misalnya. Ketika radio lain sibuk menelepon para pakar, kami malah menelpon pendengar untuk ikut berkomentar dengan cara mereka sendiri. Kami ajak mereka untuk bercerita apa yang akan mereka lakukan kalau misalnya mereka ada di posisi politisi atau pejabat yang menjadi sorotan pemberitaan pagi itu, misalnya.
Kalaupun kami menelpon pakar, itupun hanya sesekali tapi dengan gaya ngobrol yang tidak sok tahu, apalagi bertabur analisa njlimet. Soalnya hidup buat mereka sudah njlimet. Bahkan saking isengnya kami pernah menelpon Andi Mallarangeng yang ketika itu jadi pengamat politik terkenal, tapi bukan untuk ngobrol soal politik, melainkan tentang cara merawat kumisnya yang lebat hehe…
Kadang saya dan rekan penyiar pagi membuat drama-drama pendek dari kehidupan mereka, dengan berbagai peran mulai dari anak kecil yang cerewet, kakek-kakek, tante-tante centil dan macam-macam karakter yang akhirnya dikenal dan sering dicari oleh pendengar.
Menjadi teman berarti menyatu dengan mereka, tahu kebutuhan mereka, tahu apa yang mereka bicarakan, tahu apa yang mereka gosipkan dan lain sebagainya. Menjadi teman tidaklah harus berlebihan. Cukup jadi teman biasa saja, yang memang mereka temui dalam keseharian.
Ya, menjadi teman biasa! Dalam teori radio populer kita diajarkan agar membayangkan seolah bicara dengan satu orang pendengar secara personal. Dalam teori radio ala Om Jack kami melangkah lebih jauh lagi dengan benar-benar menjadi teman dan mereka terbukti menyambut uluran pertemanan kami di darat dan udara. Sebuah pelajaran yang terus saya bawa dalam karir radio, bahkan ketika sudah siaran di sebuah radio internasional.
2. SUASANA BIASA
Suasana? Nah ini yang unik. Kami diminta membayangkan seperti apa suasana mereka, apa yang mereka dengar di pagi itu. Jadilah kami siaran dengan backsound suara burung peliharaan yang pagi itu mulai berkicau riang, bercampur suara anak-anak berlarian atau suara lalu lintas yang ramai. Malah saya pernah iseng membuka siaran dan dari dalam kamar mandi lengkap dengan sound effect suara wc yang disiram suara orang mandi.
Office boy kantor yang masih muda sempat saya minta membacakan berita utama di koran pagi itu dengan gaya penjaja koran. Terkadang kami ngobrol di udara dengan latar suara denting mangkuk bubur ayam, suara kriuk-kriuk kunyahan krupuk ditingkahi suara koran yang dibolak-balik. Kalau ini bukan sound effect tapi suasana kami sedang makan bubur ayam yang sebenarnya. Bahkan terkadang si tukang bubur atau tukang ketoprak mengantarkan masuk pesanan saat kami sedang mengudara, dan kamipun menyempatkan mengajak dia ngobrol di udara. Bayangkan, tukang bubur ditanya soal berita politik di koran pagi itu? Pernah pula kami ajak seorang pengamen yang menyanyikan lagu jawa dengan sitarnya, lalu ngobrol-ngobrol kesana kemari.
Om Jack bahkan pernah muncul dengan ide yang buat saya gila. Dia sadar pendengar kami banyak yang tidak pakai mobil. Dia sempat terpikirkan untuk memberi hadiah radio saku kepada pendengar, tapi frekuensinya sudah dikunci ke frekuensi radio kami. Lebih gila lagi, dia pernah menantang saya untuk siaran dari atas bis kota yang penuh sesak. Biar merasakan seperti apa suasana pendengar kita, katanya.
3. LAGU-LAGU BIASA
Tentu lagu menjadi penting bagi radio. Tapi lagu seperti apa? Ketika itu jaringan radio kami sudah menggunakan teknologi perangkat lunak untuk secara otomatis mengacak lagu-lagu yang akan diudarakan sehingga tidak sering ada pengulangan. Tapi saya dan tim siaran pagi ngotot untuk tidak membiarkan komputer mengatur lagu kami dan Om Jack memberi izin walau katanya dia harus berdebat dengan pihak manajemen dan juga dengan penyiar lain.
Jadi lagu-lagu biasa seperti apa? Pertama, kami sesuaikan lagu-lagu dengan topik obrolan pagi itu. Ini standar siaran radio sejak dulu. Kami memilih lagu-lagu Indonesia dan Barat yang populer di masa remaja segmen pendengar kami, masa-masa yang pastinya indah dan berkesan buat mereka. Lagunya juga sebagian besar temponya sedang dan tinggi disesuaikan dengan suasana pagi, meskipun terkadang muncul juga yang slow. Tolok ukur kami adalah reaksi pendengar. Pernah ada pendengar yang menelepon dengan suara terpekik senang karena kami memutar First Love-nya Nikka Costa yang rasanya merupakan lagu “kebangsaan” di usia remaja mereka.
Tentu segmen pendengar kami bukannya tidak mengikuti perkembangan lagu-lagu baru. Kami sertakan juga lagu-lagu yang tengah sangat populer ketika itu. Itu perlu karena bagaimanapun lagu-lagu semacam ini sudah akrab juga dengan keseharian mereka.
Beruntung partner siaran pagi saya adalah Music Director, sehingga akses dan pengetahuan lagunya jadi sangat bermanfaat untuk siaran pagi kami.
4. MENJADI PENYIAR BIASA YANG TIDAK BIASA
Ya, jadi penyiar itu biasa saja lah. Jangan lebay, begitu bahasa gaulnya saat ini. Tapi justru itu yang tidak biasa. Tidak biasa karena setiap hari saat siaran kami harus dituntut memeras otak dengan ide-ide baru yang kreatif untuk menemani segmen pendengar seperti yang saya ceritakan di atas.
Bagi saya ilmu “biasa” yang ditularkan Om Jack ini sangat luar biasa. Salah satu hal yang selalu saya ingat dari obrolan seusai siaran pagi atau saat begadang sampai malam di kantor bersamanya adalah “Jangan berpikiran standar!” Think out of the box, kata orang bule. Karena menurut beliau, banyak orang yang saat ini sudah malas berpikir dan hanya bisa membebek saja. Parahnya, hal itu sudah dianggap sebagai hal biasa, hal yang umum. Padahal kalau saja mereka mau melakukan sesuatu yang berbeda, maka mereka akan menonjol. Itu baru biasa yang tidak biasa, katanya.
Bicara dengannya seolah otak saya selalu diperas. Tapi itulah yang menyebabkan kami bisa bertahan menjalani hari-hari siaran. Setiap pagi dalam perjalanan ke kantor selalu otak ini penuh dengan ide-ide baru yang tidak tahan untuk saya wujudkan dalam siaran. Kadang saya dan partner siaran serta tim produser saling kontak untuk berbagi ide siaran pagi itu.
Hingga akhir ajalnya, prinsip berpikir di luar standar dan tidak biasa ini tetap ia pegang teguh. Tahun-tahun terakhir hidupnya dijalani dengan mendirikan sebuah pesantren untuk anak-anak jalanan. Para santrinya adalah anak-anak jalanan, preman, anak-anak punk dan bahkan penganut agama lain. Diapun tetap tampil dengan gaya yang tidak biasa, tapi biasa menurutnya. Bayangkan sosok lelaki tua, tinggi kurus, rambut putih gondrong melewati bahu, memakai kaus lusuh dan celana loreng-loreng yang tidak kalah lusuh sedang memimpin pengajian, membahas ayat-ayat Tuhan secara biasa, secara sederhana tapi mengena di hati. Itulah pengakuan seorang mantan preman yang sempat saya temui sewaktu berkunjung ke rumah beliau di pinggiran Bogor beberapa tahun silam.~~~
“Buang dulu ijazah UI-mu, Ngger!” kata-kata beliau itu terus terngiang di kepala sejak pertama kali mendengar kabar kepulangan guru radio saya itu. Ya, itulah cara beliau untuk mengajari saya menjadi penyiar biasa yang tidak biasa. Maklumlah, ketika itu saya selalu membanggakan ilmu yang saya dapat di sebuah universitas terkemuka di negeri ini. Kebanggaan yang malah membuat saya sombong dan menjauhkan saya dari keinginan untuk terus berkreasi, dan memberi jarak dengan pendengar. Kebanggaan yang malah membuat saya terancam menjadi robot-robot yang tidak pernah mempersoalkan kenapa harus melakukan hal yang sama terus setiap hari sampai batereinya soak hehe..
Selamat jalan Om Jack! Semoga kau akhirnya bisa menyatu dengan cahayaNya yang selama ini selalu kau rindukan. Maaf saya sering mentertawakanmu ketika di sela-sela obrolan malam kita di kantor dulu saya pernah menganggap kau sedang meracau. Ternyata itu saya yang meracau..
Tokyo, 10 Maret 2013
- Mengenang 7 hari berpulangnya Djoko “Om Jack” Tuladi, seorang guru radio biasa yang luar biasa ( Rane Hafidz )

Ucapan selamat tahun baru 2014 dari Dirjen VOV, Nguyen Dang Tien kepada para pendengar




 (VOVworld) – Tahun 2013 baru saja berakhir, negara kami terus menempuh jalan integrasi. Vietnam telah meninggalkan satu selar penting dalam berbagai event domestik dan dengan sahabat-sahabat internasional. Situasi politik, ekonomi dunia mengalami banyak gejolak yang rumit dan sulit diduga. Pada latar belakang ekonomi masih mengalami banyak kesulitan, Vietnam telah berhasil melaksanakan target menstabilkan ekonomi makro, mengekang inflasi dan menjamin jaring pengaman sosial, mempertahankan keamanan pertahanan. Dengan semua solusi penyelenggaraan gigih yang dilakukan Pemerintah Vietnam, inflasi tahun 2013 berhasil dikekang pada taraf yang paling rendah selama 10 tahun ini (6,04%); pertumbuhan ekonomi mencapai 5,42%. Ekonomi akhir tahun sudah bersemarak kembali.
Dirjen VOV, Nguyen Dang Tien(Foto: vov)       
Tahun 2013 merupakan tahun sukses bagi Vietnam dalam menyerap modal investasi asing dengan angka USD 21,6 miliar, naik 54,5% terbanding dengan masa yang sama tahun lalu. Nilai ekspor tahun 2013 tetap merupakan titik cerah dengan total nilai sebanyak USD 132,2 miliar, naik 15,4% terbanding dengan tahun 2012. Jumlah valuta asing milik diaspora yang dipulangkan dari luar negeri mencapai USD 11 miliar.
Dengan melaksanakan garis politik hubungan luar negeri yang independen, mandiri, diperluaskan, dianeka-arahkan, dianeka- ragamkan dan integrasi internasional, pada 2013, aktivitas diplomatik Vietnam telah mencapai banyak prestasi yang penting, menciptakan lingkungan internasional yang kondusif bagi kerjasama, perkembangan, turut membela kedaulatan dan keutuhan wilayah. Vietnam menggalang  hubungan kemitraan strategis dan komprehensif dengan banyak negara maju di dunia, diantaranya ada lima negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Vietnam juga berusaha bersama dengan semua negara ASEAN yang lain membangun komunitas ASEAN, rumah bersama negara-negara Asia Tenggara. Vietnam terpilih menjadi Ketua Dewan Gubernur Badan Energi Atom Internasional sekaligus menjadi anggota Komite Pusaka Dunia UNESCO. Hubungan politik-diplomatik yang baik dengan semua negara telah menciptakan syarat yang kondusif, menyatukan kira-kira 4 juta diaspora Vietnam di luar negeri untuk berkiblat ke Tanah Air.
Pada 2013, Radio Suara Vietnam terus menegaskan peranan dan posisinya dalam hati pemirsa, pendengar dan rakyat di dalam negeri, kemudian tersebar ke negara-negara di kawasan dan di dunia. Semua informasi disampaikan secara cepat, akurat, menyeluruh, beraneka-ragam dan kaya raya melalui berbagai bentuk multi-media yang terdiri dari: Radio, televisi,koran cetakan, koran elektronik Radio Suara Vietnam. Denyut kehidupan yang bergelora tentang negeri dan manusia Vietnam, panorama umum tentang semua segi kehidupan politik, ekonomi, sosial-budaya Vietnam termanifestasikan secara menyeluruh, mendalam dan hidup-hidup dalam berbagai program Radio Suara Vietnam. Banyak Website seperti: www.vovworld.vn , ww.vov.vn dan www.radiovietnam.vn merupakan alamat-alamat yang terpercaya bagi para pemirsa dan pendengar dalam dan luar negeri untuk mencaritahu dan memutakhirkan informasi resmi tentang negeri Vietnam. Para pemirsa dan pendengar bisa mendengarkan semua program siaran Radio Suara Vietnam, program siaran dari 63 provinsi dan kota di seluruh negeri dalam 11 bahasa asing, bahasa Vietnam dan 12 bahasa etnis minoritas. Di website-website Radio Suara Vietnam, para pemirsa dan pendengar bisa menonton televisi, membaca koran elektronik, sekaligus bisa mendengar ulang semua rubrik favorit dan mencari informasi yang bermanfaat. Memasuki tahun 2014, Radio Suara Vietnam akan terus memperbarui secara menyeluruh dan hidup-hidup keaneka-ragaman informasi, kualitas dan isi yang kaya raya, spesialis, bentuk manifestasi, instrumen penyiaran, wilayah penyiaran dengan harapan supaya suara Radio kami terbang lebih jauh dan lebih luas kepada sahabat-sahabat di kelima benua, menghangatkan hati para diaspora yang tinggal jauh dari kampung halaman.
Sehubungan dengan Tahun Baru 2014, atas nama seluruh kader, wartawan, redaktor, teknisi dan seniman-seniwati Radio Suara Vietnam, saya ingin menyampaikan ucapan selamat akan satu tahun yang sehat  walafiat, sejahtera dan bahagia kepada semua pemirsa, pendengar dan pembaca di luar negeri dan para diaspora Vietnam./.