Jumat, 15 Maret 2013

Siaran RADIO LUAR NEGERI sebuah KENANGAN


 Dulu pada rejim orde baru susah sekali kita mendapatkan informasi tentang apa yang sedang terjadi di negeri kita secara riil kalau saja tidak ada siaran radio luar negeri (RLN) wkt itu tdk mungkin kt mendpt informasi scr terang benderang peristiwa Tanjung Priok dan peristiwa Lampung (1984) klo saja tdk nguping RLN
 Di subuh hari kita sudah dibangunkan oleh lengkingan suara terompet BBC atau kicauan burung cucaburra dari Rasi sebelum burung-burung di sekitar tempat tinggal kita berkicau
 Selama dua dasa warsa lebih (1970-1990an) di pagi dan sore hari senantiasa kita setia ditemani radio Grundig atau Ralin 3 band dengan perasaan was-was apakah nama kita disenggol oleh penyiar dalam acara reques lagu2 yg sdg hit wkt itu: John Lennon, ABBA, Carpenters, Engelbert Hamperding dsb.
Kini… semua tinggal kenangan seiring dengan perubahan jaman dan kemajuan teknologi.
 Alasan mengapa radio-radio Luar Negeri seperti BBC, VOA, Deutche Welle, Radio Nederland dan Radio Australia Seksi Indonesia (RASI) bubar satu demi satu atau setidaknya mengurangi jam siar? kiranya dapat kita analisis sbb.

Tidak berimbangnya antara kos dengan kontribusi yang diharapkan. Walaupun kontribusi tidak harus berupa materi tetapi termasuk didalamnya responship audient, dalam hal ini pendengar.
Audiens sudah beralih dari Pendengar menjadi Pemirsa. Artinya menyaksikan jauh lebih mudah mencerna sebuah pesan dibanding hanya mendengar, walaupun dengan mendengar juga akan menimbulkan imajinasi-imajinasi.
Materi siaran (berita) yang kadang terkesan radikal dan ekstrim serta kontra produktif terhadap penguasa yang biasanya disajikan oleh RLN sudah diambil alih massmedia dalam negeri sejak reformasi bergulir.
Siaran televisi yang 24jam banyak menjanjikan hiburan ketimbang siaran RLN
 Dengan alasan banyak ditinggalkan pendengar itulah RLN mengambil langkah seribu utk membubarkan diri, disamping sejuta alasan teknis lainnya.
Itu pula sebabnya sekarang RLN hanya merupakan kenangan milik kita yang notabene orang lain tidak tahu termasuk anak cucu kita. Dan mudah2an tercatat dalam sejarah bahwa mungkin generasi penggila siaran RLN sudah putus sampai disini, generasi kita ini. Kendatipun siaran radio local maupun radio2 lain yang dapat kita akses melalui streaming, tidaklah cukup mewakili eksistensi RLN di jaman kita dulu, jaman kita berkirim-kirim salam sesama teman di seantero nusantara.
Temu Pendengar RTI Jakarta-Yogya pada Nopember 2012 yang baru lalu adalah sebuah jawaban bahwa kita adalah generasi penggemar RLN pertama sekaligus terakhir, tanpa regenerasi, buktinya yang hadir tak lebih dari bapak-bapak dan ibu-ibu dengan rata-rata usia diatas kepala empat.
Mengingat acara Pil-Kit ataupun Pa-Gem sudah lama almarhum maka untuk keberlangsungan silaturahmi, nostalgia dan kangen-kangenan kita maksimalkan pemanfaatan media ini dalam Grup2 yang sdh ada: Alumni RLCI, Bulletin Pendengar dll.
Salam !

Tidak ada komentar: