Senin, 13 Januari 2014

Nostalgia Klub Pendengar Siaran Radio Internasional Oleh Iffah Nur Arifah ( Jurnalis Radio Australia )

Meski sudah tersedia alat komunikasi canggih serta beragam media yang menyajikan informasi secara cepat, ternyata masih ada sebagian orang yang tetap setia mendengarkan media berteknologi jadul, yakni radio siaran internasional di gelombang pendek (short wave, SW). Eddy Setiawan semangat bercerita mengenai segala hal terkait siaran radio internasional di gelombang pendek mulai dari perkembangan siaran stasiun radio mancanegara dari tahun ke tahun hingga teknologi radio gelombang pendek. Maklum saja, laki-laki berusia 64 tahun yang bermukim di Cakung, Jakarta Timur, itu merupakan pendengar fanatik siaran stasiun radio internasional di SW selama 5 dekade terakhir. Eddy mengaku sejak tahun 1965 hingga kini ia terbiasa mendengarkan siaran radio internasional di gelombang pendek sejak pukul 04.00 WIB pagi dini hari sampai pukul 22.00 WIB malam. “Awalnya saya suka mendengarkan radio, pada waktu mencari siaran RRI dari luar kota di gelombang yg lebih pendek saya menemukan siaran dari luar negeri. Sejak saat itu saya suka mendengarkan siaran SW. Anda mungkin gakpercaya kalo saya membawa radio ke tempat tidur. Agar bisa mendengar siaran jam 4 atau jam 5 pagi atau siaran jam 10 malam,” tuturnya kepada Jurnalis Radio Australia, Iffah Nur Arifah. Eddy Setiawan mengaku dimasa kejayaan siaran SW ia mendengarkan siaran dari puluhan stasiun radio internasional dari berbagai negara khususnya yang menyediakan siaran dalam bahasa Indonesia. Mulai dari Radio Australia, BBC, VOA, Radio Netherland, NHK Jepang, Deutsche Welle (Jerman) dan lain-lain. Eddy mengaku gandrung dengan siaran internasional di SW karena informasi yang lengkap dan lebih terbuka. Terutama di era sebelum reformasi dan keterbukaan informasi seperti sekarang. “Waktu itu banyak orang mencari siaran dari luar negeri karena berita-beritanya lebih lengkap daripada berita dari dalam negeri, karena RRI terbatas. Bahkan pemerintah waktu itu ada himbauan untuk melarang dan disebutnya siaran asing,” katanya. Eddy mencontohkan bagaimana ia menjadikan berita luar negeri sebagai patokan mengenai isu wafatnya Presiden pertama RI, Soekarno. “Setelah Presiden Soekarno turun dari kekuasaan, Ia kan sakit. Lalu ada kabar Soekarno wafat. Saya menunggu siaran dari Radio Australia pukul 02.00 pagi, begitu tidak ada berita itu saya baru yakin kalau isu itu bohong. Lalu saya pastikan lagi berita itu dengan mendengarkan BBC dan VOA. Jadi patokan saya berita luar negeri ,” kenang Eddy Setiawan. Pendapat serupa juga diungkapkan Rudy Hartono dari Kalimantan Barat. Pria berusia 42 tahun ini juga mengaku masih rutin mendengarkan radio siaran internasional di gelombang pendek sejak 1988 hingga sekarang. Selain mencari informasi yang lebih beragam dan lengkap, Rudy Hartono mengaku korespondensi dengan stasiun radio, para penyiar dan sesama pendengar siaran radio internasional yang membuat acara mendengarkan gelombang pendek semakin seru. Selain juga berburu souvenir dari stasiun radio mancanegara. “Radio luar negeri itu kan memberikan souvenir, dan itu gak ada jual di pasaran jadi kita kita seneng, Saya punya satu lemari khusus yang menyimpan souvenir dari berbagai negara..termasuk kartu verifikasi, sertifikat sebagai pendengar. Itu semua masih saya simpan.” Klub pendengar radio Kecintaan kepada siaran radio internasional di gelombang pendek ini mendorong keduanya, baik Eddy Setiawan dan Rudy Hartono mendirikan klub pendengar radio. Eddy bersama sejumlah pendengar lain mendirikan klub dengan nama Radio Listeners Club (RLC) pada tahun 1972. RLC sendiri tercatat sebagai komunitas pendengar SW yang cukup besar. Terakhir tercatat anggotanya mencapai 200 orang. Pada 1 Januari 2014 lalu, RLC berulang tahun yang ke-42. “Kegiatan utamanya menerbitkan bulletin mengenai informasi dan acara-acara yang disiarkan di stasiun radio internasional siaran Bahasa Indonesia di gelombang pendek. Kami juga menggelar acara kumpul-kumpul antara sesama pendengar sampai mempertemukan anggota dengan penyiar dari stasiun radio mancanegara,” tambah Eddy. Silaturahmi pendengar Borneo Listeners Club Minggu, 3 November 2013 dimana souvenir dari Radio Australia dibagikan di acara ini. Pendengar Radio Australia berfoto bersama Oska Setyana (kemeja biru di depan) di tahun 1994 di Jakarta Ada banyak komunitas pendengar radio gelombang pendek di Indonesia selain RLC, seperti Media Monitoring Club, Kelompok Pencinta Radio Gelombang Pendek, DX-Indonesia Radio Club, dan lai n-lain. Tapi seiring perkembangan zaman, jumlah pendengar gelombang pendek juga semakin berkurang. Kehadiran teknologi informasi dan media baru yang lebih modern dan canggih, membuat lambat laun SW ditinggalkan khalayak. karena dianggap tidak efektif akhirnya banyak stasiun radio internasional yang menghentikan siarannya di gelombang pendek. Dari puluhan jumlahnya pada 70-80an, saat ini tercatat hanya tinggal 9 stasiun radio internasional saja yang siarannya masih bisa didengarkan di gelombang pendek. Hal ini ikut berdampak pada komunitas pendengar radio yang lama kelamaan makin ditinggalkan anggotanya. Radio Listeners Club yang dikelola Eddy Setiawan bahkan sempat vakum pada 1996 lalu dan hanya tersisa sedikit saja dari anggotanya yang masih aktif hingga kini. Kehadiran media sosial kembali mempertemukan banyak mantan pendengar radio internasional. Dan untuk mengobati kerinduan mereka terhadap keakraban diantara sesama pendengar radio gelombang pendek, sejumlah pendengar fanatic terdorong untuk menghidupkan kembali klub pendengar radio SW dengan kembali menggelar pertemuan. Rudy Hartono misalnya pada tahun 2010 mendirikan Borneo Listeners Club yang menjadi wadah perkumpulan pendengar SW dari berbagai daerah di Kalimantan. Rudy mengaku jumlah anggotanya terus bertambah dari hanya 35 orang ketika didirikan, kini sudah meningkat dua kali lipat menjadi sekitar 70 orang. Meski demikian rata-rata yang bergabung adalah mantan pendengar fanatic SW yang lama, bukan dari kalangan generasi muda. “Memang ketika ketemu belum lama ini yang datang anggota yang tua-tua, kalo anak muda sekarang malah bingung SW itu apa? Mereka tidak kenal SW? Mereka lebih senang Facebook dan radio lokal untuk hiburan,” ungkapnya.

Tidak ada komentar: